Kalian tau suku Dayak kan?
Baik, disini ada penjelasan sedikit mengenai suku dayak.
Dayak atau Daya (ejaan lama: Dajak atau Dyak) adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada penghuni pedalaman yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Ada 5 suku asli Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai, Tidung dan Paser. Menurut sensus BPS tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar). Dahulu, budaya masyarakat Dayak adalah Budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan.
Suku dayak mempunyai banyak sekali ragam budaya. Dari tariannya, makananya, kerajinan tangannya, dan lain-lain. Tapi sayang sekali budaya ini sudah mulai ditinggalkan terutama oleh generasi muda.
Masyarakat suku dayak terutama di pedalaman Kalimantan Barat , telah terjadi pergeseran nilai di kalangan pemuda-pemudi suku dayak. Ini adalah
beberapa hal yang mulai di tinggalkan oleh generasi muda suku dayak :
- Generasi muda suku dayak banyak sudah tidak mengetahui membuat anyaman bambu untuk membuat tas, bakul, tempat nasi yang tersisa hanya kaum tua saja yang bisa melakukannya.
- Kaum muda dayak sudah kurang peduli dengan tari-tarian dayak yang mengetahui hanya kaum tua saja.
- Kaum muda dayak banyak tidak bisa membuat anyaman bambu yang biasa di kenal dengan “takalang” yang di gunakan oleh suku dayak ke hutan yang di panggul menggunakan kepala, yang membuatnya hanya kaum tua saja.
- Saat ada acara ritual suku dayak biasanya menggunakan budaya-budaya pantun dan bahasa khusus ritual tapi hal ini mulai tidak ada kaum muda dayak bisa melakukannya.
- Saat ritual yang awal hanya menggunakan “air fermentasi beras” untuk menambahkan stamina saat ritual namun sekarang mulai tergantikan dengan arak atau minuman keras yang biasaya di lakukan oleh kaum mudanya dan sekarang penggunaan air suling fermentasi beras sudah digantikan dengan arak yang memabukkan sehingga kadangkala ritual yang di lakukan berubah menjadi area mabuk-mabukan dan keonaran.
- Pemberian nama anak sudah di lakukan dengan nama-nama modern seperti Anita, Rofik, Febri dan lain-lain. Kaum muda dayak sudah malu memberikan nama anak yang menunjukkan identitas dayaknya seperti nama Tilung, Acun, Suhai, Nuam, Tuling, Muntin dan lain-lain. Padahal nama menunjukkan identitas suatu budaya.
- Budaya bertani padi sudah mulai di tinggalkan kaum muda padahal dahulu suku dayak mempunyai ketahanan pangan, mereka tidak pernah membeli beras. Kebutuhan pangannya/beras biasanya di penuhi dengan cara bercocok tanam padi hampir tidak ada lagi kaum muda dayak yang mampu bercocok tanam padi, yang melakukan tinggal segelintir kaum tua.
- Kaum muda dayak mulai tidak tertarik dengan praktek-praktek perdukunan yang pengobatan dengan mengunakan obat-obatan alami sehingga sangat jarang kaum muda yang menguasai ilmu-ilmu pengobatan dayak yang berdasarkan obat alami.
Ini adalah potret realita yang terjadi di kalangan kaum muda suku
dayak sangat mungkin ke depan akan hilang budaya luhur dayak seperti hilangnya
budaya aztek dan suku maya inca dari muka bumi. Kebudayaan dayak terbentuk dari
proses yang panjang dengan segala kearifan lokalnya dan juga budaya-budaya yang
mengajarkan menyatu dengan alam dan memanfaatkan alam sebagai dasar
pembentukkan kebudayaannya. Jika budaya dayak ini tidak lagi menarik bagi kaum
mudanya maka tinggal menunggu waktu hilangnya kebudayaan ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi manusia terutama generasi muda meninggalkan budayanya mereka masing-masing ada 2, yaitu faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal pasti berhubungan dengan lingkungan luar selain keluarga. Nah, pengaruh Globalisasi itu ada baiknya dan ada buruknya. Tapi pengaruh Globalisasi untuk warga negara Indonesia lebih cenderung buruk. Karena merekapun tidak bisa memanfaatkan globalisasi dengan sebaik-baiknya. Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang
bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia
global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi
mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh
aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan
permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan
globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah
istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer
sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai
istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh
dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia
secara mendasar. Dalam kata globalisasi tersebut
mengandung suatu pengetian akan hilangnya satu situasi dimana berbagai
pergerakan barang dan jasa bahkan budaya antar negara diseluruh dunia dapat bergerak bebas
dan terbuka dalam perdagangan.
Faktor internal dimulai dari lingkungan keluarga. Terutama orang tua yang mendidik anak-anak mereka mulai dari kecil. Pada saat mereka masih kecil, otak alam bawah sadar mereka bekerja 80%, sisanya 20% itu alam sadar mereka pada saat mereka beranjak dewasa. Maka dari itu jika dari awal orang tua sudah salah mendidik anak-anak mereka, maka jika ia besar pengaruhnya akan berdampak sekali negatif. Contoh : Pada waktu kecil, si Anak memegang sejumlah uang logam. Ada beberapa orang tua yang melarang dan mengatakan "Jangan nak, kotor!!!". Hal seperti ini akan membuat si anak menjadi pemboros. Mengapa? Karena di dalam otak alam bawah sadar mereka tertanam bahwa uang itu kotor. Maka si anak akan mengeluarkan uang terus.
Pemerintah harusnya ikut berperan untuk mengatasi hal-hal seperti ini. Tetapi, kita juga tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Karena sebagai warga negara yang baik kita juga harus membantu. Bukan hanya memberi kritik saja.
Sebenarnya banyak sekali upaya-upaya kita generasi muda memperkenalkan berbagai macam budaya di Indonesia. Mungkin dengan seminar atau acara apapun mengenai budaya. Menurut saya dengan cara ini tidak membantu 100%. Bahkan sulit sekali dibenahi. Apalagi suku dayak di pedalaman. Ini sangat jauh dari pemikiran. Dari generasi muda suku dayaknya pun hampir tidak mengerti dengan kebudayaan mereka sendiri. Dari faktor eksternal dan internal diatas, menurut saya yang sangat berpengaruh itu adalah faktor internalnya.
Untuk faktor eksternalnya mungkin akan terbantu dengan mengadakan ajang unjuk bakat tingkat nasional dari budaya masing-masing. Dan pesertanya generasi muda. Mau tidak mau, mereka akan belajar dan menampilkan yang terbaik demi mengharumkan budaya mereka sendiri.
Sumber Referensi :
http://sosbud.kompasiana.com/2012/07/03/budaya-dayak-mulai-ditinggalkan-oleh-generasi-muda-468778.html
Sumber Referensi :
http://sosbud.kompasiana.com/2012/07/03/budaya-dayak-mulai-ditinggalkan-oleh-generasi-muda-468778.html